Arab Saudi dilaporkan meningkatkan pasokan senjata kepada pemberontak Suriah setelah serangan Rusia kian gencar. | (Reuters) |
Arab Saudi dilaporkan telah meningkatkan pasokan senjata untuk tiga kelompok pemberontak musuh rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad. Peningkatan pasokan senjata itu terjadi setelah serangan Rusia di Suriah semakin gencar.
Laporan itu dirilis kantor berita BBC dari sumber di Pemerintah Saudi, semalam (9/10/2015). Menurut sumber itu, pasokan senjata-senjata modern dari Saudi salah satunya senjata anti-tank.
Ada tiga kelompok pemberontak Suriah yang dilaporkan menerima pasokan senjata modern dari Saudi. Yakni, Jaish al-Fatah (Tentara Penaklukan), Tentara Suriah Bebas (FSA), dan Front Selatan. Sumber itu memastikan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan al-Nusra depan tidak menerima pasokan senjata Saudi.
Sementara itu secara terpisah, seorang pejabat Teluk menyatakan kekhawatirannya bahwa intervensi militer Rusia di Suriah akan memicu gerakan “jihad” baru atau kerap disebut sebagai “perang suci”.
Pejabat itu mengatakan kepada wartawan bahwa Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, telah diperingatkan para diplomat Arab di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB pekan lalu, bahwa tindakan Moskow di Suriah akan menciptakan “monster Frankenstein” yang memikat para “jihadis” beraksi membebaskan Suriah dari Rusia, Iran, dan Hizbullah Libanon.
Pemerintah Saudi belum menanggapi laporan media Inggris itu perihal peningkatan pasokan senjata kepada tiga kelompok musuh rezim Suriah. Namun, Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir pernah mengancam akan meluncurkan agresi militer ke Suriah jika rezim Assad tidak bersedia lengser.
Di sisi lain, Kepala Direktorat Utama Operasi Angkatan Bersenjata Rusia, Andrey Kartapolov, mengatakan bahwa pasukan Rusia menggunakan amunisi presisi tinggi dalam serangan udara, yang memiliki deviasi maksimum terhadap target kurang dari lima meter.
”Semua target sedang diteliti secara mendalam, menggunakan data dari ruang dan intelijen radio-elektronik, footages drone, dan informasi dari penyadapan radio. Kami juga menggunakan data dari intelijen Suriah, Iran dan Irak, termasuk sumber yang menyamar," kata Kartapolov, seperti dikutip Russia Today.
No comments: